
Kemerdekaan dan Pemilu: Menjaga Warisan Perjuangan Lewat Demokrasi
Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 bukanlah sebuah hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang penuh pengorbanan dari seluruh rakyat Indonesia. Dalam konteks kekinian, kemerdekaan tersebut tidak hanya dimaknai sebagai kebebasan dari penjajahan fisik, tetapi juga sebagai ruang terbuka bagi rakyat untuk ikut serta dalam menentukan arah dan masa depan bangsa—salah satunya melalui Pemilihan Umum (Pemilu).
Pemilu merupakan perwujudan nyata dari kedaulatan rakyat. Dalam Pemilu, setiap warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Proses ini bukan sekadar rutinitas lima tahunan, melainkan sarana utama dalam menjaga semangat demokrasi dan memastikan bahwa kekuasaan dijalankan atas dasar legitimasi rakyat.
Hubungan antara Pemilu dan kemerdekaan sangat erat. Pemilu adalah bentuk implementasi nilai-nilai kemerdekaan yang diperjuangkan para pendiri bangsa. Dengan mengikuti Pemilu, rakyat mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan politik yang menentukan masa depan negara. Melalui hak pilih, rakyat dapat memilih pemimpin yang dianggap mampu membawa kemajuan dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan sosial, persatuan nasional, dan kedaulatan negara.
Di sisi lain, Pemilu juga menjadi ajang pembelajaran politik bagi masyarakat. Dalam sistem demokrasi, kemerdekaan tidak hanya berarti kebebasan berpendapat, tetapi juga kebebasan untuk membuat pilihan secara sadar dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan politik menjadi sangat penting agar Pemilu tidak terjebak pada sekadar formalitas, tetapi benar-benar menjadi pesta demokrasi yang mencerminkan aspirasi rakyat. Lantas bagaimana masyarakat dapat memaknai kemerdekaan Indonesia dan Pemilu secara utuh?
Memaknai kemerdekaan dalam konteks Pemilu berarti memahami bahwa kemerdekaan memberikan hak kepada setiap warga negara untuk ikut menentukan arah masa depan bangsanya. Di masa penjajahan, rakyat tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan politik. Seluruh kebijakan ditentukan oleh penguasa kolonial yang tidak memiliki tanggung jawab kepada rakyat. Maka, ketika Indonesia merdeka, salah satu tonggak penting yang ditegakkan adalah prinsip kedaulatan rakyat, yakni kekuasaan yang berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Hak memilih dan dipilih dalam Pemilu adalah bentuk aktualisasi dari prinsip tersebut. Setiap warga negara, tanpa memandang latar belakang suku, agama, gender, atau status sosial, memiliki kedudukan yang sama dalam menentukan siapa yang layak memimpin dan mewakili aspirasi mereka. Inilah bentuk keadilan demokratis yang tidak mungkin terwujud tanpa kemerdekaan.
Lebih jauh, memaknai kemerdekaan dalam Pemilu juga berarti menjaga kualitas dan integritas prosesnya. Pemilu yang rentan terhadap manipulasi, politik uang, hoaks, dan intimidasi merupakan ancaman nyata terhadap esensi kemerdekaan. Praktik-praktik tersebut sejatinya adalah bentuk penjajahan gaya baru, di mana suara rakyat kembali dibungkam, bukan oleh kekuatan asing, tetapi oleh kekuatan internal yang mengabaikan etika dan nilai demokrasi.
Kemerdekaan sejati menuntut adanya kesadaran kolektif bahwa Pemilu adalah amanah, bukan semata-mata hak, tetapi juga tanggung jawab. Rakyat yang merdeka adalah rakyat yang berpikir kritis, memilih dengan pertimbangan rasional, dan menolak segala bentuk penyimpangan dalam proses demokrasi. Begitu pula para Penyelenggara dan Peserta Pemilu, mereka memiliki kewajiban moral untuk menjaga kepercayaan publik dengan menyelenggarakan Pemilu secara jujur, adil, dan transparan.
Dalam konteks ini, Pemilu menjadi cermin kualitas kemerdekaan kita hari ini. Jika pemilu berlangsung damai, berintegritas, dan mampu melahirkan pemimpin yang amanah, maka kita telah menunjukkan bahwa kemerdekaan yang diwariskan para pendiri bangsa tidak disia-siakan. Sebaliknya, jika Pemilu dicederai oleh kepentingan sempit dan praktik-praktik kotor, maka sesungguhnya kita sedang mengkhianati semangat perjuangan kemerdekaan itu sendiri.
Oleh karena itu, sebagai penutup tulisan ini maka pemaknaan kemerdekaan dan Pemilu tidak dapat dipisahkan. Setiap lapisan masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga makna kemerdekaan melalui partisipasi aktif dalam Pemilu—bukan hanya saat mencoblos, tetapi juga dengan turut serta mengawasi jalannya proses, menyebarkan informasi yang benar, serta mendorong terciptanya ruang demokrasi yang sehat.
Kemerdekaan dan Pemilu adalah dua pilar yang saling menopang. Tanpa kemerdekaan, tidak akan ada ruang bagi Pemilu yang demokratis. Tanpa Pemilu yang berkualitas, nilai-nilai kemerdekaan pun kehilangan maknanya. Maka, dalam setiap Pemilu yang kita jalani, kita sebenarnya sedang memperingati dan memaknai kemerdekaan dalam bentuk yang paling nyata: menjadi rakyat yang berdaulat.
Prusut Papandrio
Penata Kelola Pemilu Ahli Pertama