
Memaknai Kemerdekaan melalui Revitalisasi Demokrasi di Indonesia
Momentum kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 memberikan arti bahwa kemerdekaan bukan hanya sekadar lepas dari penjajahan, namun juga menjadi tombak awal dalam membangun sistem pemerintahan yang berdaulat. Kemerdekaan Indonesia diperjuangkan oleh seluruh elemen rakyat Indonesia yang beranekaragam tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, dan golongan. Hal ini sejalan dengan pandangan dari Wakil Presiden Pertama RI, Mohammad Hatta, yang berpandangan bahwa “Negara bukan milik seseorang atau golongan, tetapi milik kita semua: milik rakyat.” Pembangunan demokrasi di Indonesia salah satunya dapat diukur dari angka Indeks Demokrasi Indonesia. Penilaian Indeks Demokrasi salah satunya dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU) yang menunjukkan bahwa mutu demokrasi Indonesia di tahun 2024 mengalami degradasi dengan hanya memperoleh skor 6,44 dari skala 10 yang pada tahun sebelumnya memperoleh skor 6,53 dari skala 10. Penurunan indeks ini telah terjadi beberapa tahun berturut-turut dan menjadikan posisi Indonesia berada pada kategori flawed democracy dalam beberapa tahun terakhir. Melalui indeks tersebut dapat diindikasikan bahwa sistem demokrasi di Indonesia masih memiliki berbagai persoalan yang perlu diperbaiki. Amanat konstitusi menegaskan bahwa Indonesia adalah negara berdaulat, sehingga dalam hal ini nilai demokrasi menjadi salah satu pilar utamanya. Demokrasi Pancasila merupakan sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia, artinya ideologi dasar negara Indonesia didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila yang sistem pemerintahannya menjunjung tinggi kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam bunyi Sila ke-4 Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Meskipun konstitusi telah memberikan landasan yang jelas bagi sistem demokrasi Indonesia, namun acapkali implementasinya tidak sejalan dengan prinsip yang terkandung di dalamnya. Dilansir dari berbagai sumber, terdapat berbagai tantangan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, diantaranya partisipasi publik yang hanya dimaknai terbatas pada saat pelaksanaan pemilu, ketimpangan akses pendidikan dan informasi yang diperoleh masyarakat, politik uang dan dominasi oligarki dalam proses politik di Indonesia, hingga transparansi dan akuntabilitas yang dinilai masih lemah. Prof. Jimly Asshiddiqie, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, memandang bahwa permasalahan demokrasi di Indonesia ini salah satunya terkait penerapan rule of law yang belum maksimal, menurut pandangannya, “Demokrasi dan negara hukum itu dua sisi dari mata uang yang sama. Demokrasi yang baik itu demokrasi konstitusional, berdasar hukum. Negara hukum yang baik, harus demokratis.” Berdasarkan permasalahan yang ada, maka revitalisasi demokrasi menjadi suatu kebutuhan yang mendesak dan perlu dijadikan prioritas utama dalam mengembalikan dan memperkuat nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Salah satu aspek penting dalam revitalisasi demokrasi adalah dengan memberikan akses pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana Pasal 31 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mengatur jaminan hak setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kewajiban negara untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan yang merata serta berkualitas. Pendidikan yang berkualitas akan membentuk generasi yang kritis, partisipatif, serta sadar akan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara serta menjadi pondasi dalam meningkatkan partisipasi publik yang berkelanjutan. Pembenahan sistem pemilu untuk mengurangi praktik politik uang dan memperbaiki kualitas kampanye pun perlu menjadi perhatian. Lembaga penyelenggara pemilu serta aparat penegak hukum perlu diberikan sumber daya yang memadai dalam hal mengawasi, menindak, dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan kepemiluan. Di tengah era digital, media massa memiliki peranan strategis dalam pembangunan demokrasi. Media massa berperan sebagai penyalur informasi, penyambung suara rakyat, dan menjaga akuntabilitas demokrasi bangsa di mata dunia. Revitalisasi demokrasi pada media massa perlu dilakukan dalam hal penguatan independensi media yang bebas dari tekanan dan intervensi politik sehingga media mampu menjalankan perannya secara profesional dan akuntabel. Di tengah pluralitas bangsa Indonesia, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” memiliki peran fundamental dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kehadiran revitalisasi demokrasi bukan hanya sekadar perbaikan sistem semata, namun menghidupkan kembali semangat kemerdekaan dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia: merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dirgahayu Republik Indonesia ke-80! Merdeka! Theresia Gabriella Pohan Penyusun Materi Hukum dan Perundang-undangan