KPU Purwakarta Perkuat Literasi Demokrasi bagi Pemilih Pemula melalui Sosialisasi di SMKN 1 Sukatani
PURWAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purwakarta kembali melaksanakan kegiatan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Pemula sebagai bagian dari program Pendidikan Pemilih Berkelanjutan, Kamis (20/11), bertempat di SMK Negeri 1 Sukatani. Kegiatan ini merupakan implementasi dari Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat, dengan tujuan meningkatkan pemahaman politik dan kesadaran demokrasi bagi pemilih pemula yang akan menjadi bagian penting dalam Pemilu dan Pemilihan tahun mendatang. Acara dibuka oleh Dadan Erawan, S.Pd., Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, yang menyampaikan bahwa masa depan bangsa berada di pundak generasi muda. Ia mendorong siswa untuk menggunakan hak pilih secara sadar dan bertanggung jawab serta menyebarkan wawasan yang didapat kepada keluarga dan lingkungan sekitar. KPU Purwakarta menghadirkan tim lengkap yang terdiri dari Oyang Este Binos (Ketua Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM), Syahrul Awaludin (Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan), Rima Nurmalina (Kepala Subbagian Parhumas dan SDM), serta jajaran pelaksana sekretariat. Pada kesempatan tersebut, KPU Purwakarta juga memberikan penghargaan kepada SMKN 1 Sukatani atas partisipasinya dalam program Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Berkelanjutan Sesi materi dibuka oleh Rima Nurmalina, yang menguraikan dasar-dasar kepemiluan, termasuk prinsip Pemilu luber-jurdil, struktur kelembagaan penyelenggara pemilu, dan perbedaan antara Pemilu dan Pilkada. Materi kemudian dilanjutkan oleh Syahrul Awaludin, yang memaparkan fungsi, peran kelembagaan KPU, serta pemanfaatan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) sebagai sumber regulasi kepemiluan. Materi interaktif mengenai peran pemilih pemula disampaikan oleh Oyang Este Binos, yang menekankan pentingnya memastikan status kependudukan, memahami syarat sebagai pemilih, serta menolak praktik-praktik yang dapat merusak integritas demokrasi seperti money politic dan penyebaran hoaks. Sesi ini mendapatkan respons aktif dari peserta, ditandai dengan berbagai pertanyaan terkait syarat menjadi KPPS, tata cara memilih dengan KTP luar domisili, hingga pembahasan isu golput. Kegiatan dilanjutkan dengan simulasi pemungutan suara, di mana siswa berperan sebagai KPPS, pemilih, saksi, dan pengawas. Melalui metode bermain peran ini, siswa diberikan pengalaman langsung mengenai proses pemungutan suara di TPS, mulai dari registrasi, pencoblosan, hingga miniatur penghitungan suara. Seluruh kegiatan berlangsung interaktif dan penuh antusiasme. Para siswa memberikan pandangan kritis dan menunjukkan ketertarikan besar terhadap proses kepemiluan. KPU Purwakarta berharap kegiatan ini dapat meningkatkan literasi politik, menumbuhkan sikap kritis, dan meneguhkan komitmen generasi muda untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilu sebagai bagian dari tanggung jawab kebangsaan. Humas KPU Kabupaten Purwakarta Narasi: R.Hutomo | Foto: R.Nurrosadi ....
KPU Purwakarta Perkuat Peran Media Sosial untuk Tingkatkan Literasi Demokrasi Melalui Parmas Insight Chapter #7
PURWAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purwakarta kembali berpartisipasi aktif dalam kegiatan Parmas Insight Chapter #7 dengan tema “Peran Media Sosial dalam Sosialisasi Pilkada: Mengelola Akun Medsos agar Engaging dan Informatif” yang diselenggarakan oleh KPU Provinsi Jawa Barat secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting pada Rabu (19/11). Kegiatan ini diikuti oleh KPU Provinsi serta KPU Kabupaten/Kota se-Jawa Barat sebagai bagian dari penguatan kapasitas kehumasan dan strategi komunikasi publik menjelang penyelenggaraan Pilkada. Kegiatan dibuka oleh Ketua Divisi Sosdiklih, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) KPU Provinsi Jawa Barat, Hedi Ardia, yang menegaskan bahwa media sosial kini menjadi kanal utama dalam menyebarkan informasi kepemiluan, khususnya di luar masa tahapan ketika ruang sosialisasi tatap muka masih terbatas. Menurut Hedi, besarnya arus misinformasi menuntut KPU untuk hadir secara konsisten di ruang digital dengan konten yang kreatif, kredibel, dan mudah dipahami oleh masyarakat. Sesi diskusi kemudian dipandu oleh moderator Andhianna, Kepala Subbagian Parhumas dan SDM KPU Kota Bogor. Narasumber pertama, Masyhuri Abdul Wahid, Ketua Divisi Sosdiklih, Parmas, dan SDM KPU Kabupaten Cirebon, memaparkan peran penting media sosial dalam akses informasi pemilih, peningkatan partisipasi politik, transparansi penyelenggaraan, hingga pembentukan opini publik. Ia menekankan bahwa keberadaan akun resmi KPU harus menjadi rujukan informasi yang akurat bagi masyarakat, khususnya pemilih muda. Narasumber kedua, Deni Firman Rosadi, Ketua Divisi Sosdiklih, Parmas, dan SDM KPU Kabupaten Bandung Barat, memaparkan strategi teknis pengelolaan akun media sosial agar lebih menarik dan informatif. Pembahasan mencakup pemahaman algoritma, rekomendasi format konten, penyusunan content pillars, hingga pentingnya evaluasi insight untuk memahami kebutuhan audiens. Deni juga mendorong kolaborasi digital lintas lembaga serta peningkatan kapasitas SDM humas dalam memproduksi konten yang relevan dan edukatif. Dalam kegiatan ini, KPU Kabupaten Purwakarta turut menegaskan komitmennya untuk memperkuat peran media sosial sebagai sarana penyebaran informasi publik. Melalui peningkatan kualitas konten, respons cepat terhadap pertanyaan masyarakat, serta penyajian informasi kepemiluan yang transparan dan akurat, KPU Purwakarta berupaya memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses pengetahuan kepemiluan secara mudah dan terpercaya. Langkah ini sejalan dengan upaya membangun demokrasi yang partisipatif, inklusif, dan berintegritas. Humas KPU Kabupaten Purwakarta Narasi: R.Hutomo | Foto: R.Nurrosadi ....
KPU Purwakarta Laksanakan Coklit Terbatas untuk Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan Triwulan IV 2025
PURWAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purwakarta kembali melaksanakan kegiatan Pencocokan dan Penelitian Terbatas (Coklit Terbatas/COKTAS) dalam rangka Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Triwulan IV Tahun 2025, pada Selasa (18/11). Kegiatan ini dilakukan secara serentak oleh seluruh Anggota KPU Kabupaten Purwakarta, Pejabat Struktural, dan Pelaksana Sekretariat dengan menyasar desa dan kelurahan di 17 kecamatan se-Kabupaten Purwakarta. Pelaksanaan COKTAS merupakan tindak lanjut atas kewajiban pemutakhiran data pemilih sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan. Melalui kegiatan ini, KPU Purwakarta memastikan bahwa setiap warga negara yang memenuhi syarat dapat terdata dengan benar dalam Daftar Pemilih, sekaligus menjaga akurasi data sebagai basis penyelenggaraan pemilu dan pemilihan berikutnya. Pada pelaksanaan COKTAS kali ini, KPU Purwakarta memfokuskan verifikasi lapangan pada tiga kategori data pemilih, yaitu: Pemilih yang tercatat sebagai anggota TNI/Polri aktif; Pemilih TNI/Polri inaktif atau purna tugas; Pemilih dengan status KTP-el nonaktif. Terhadap TNI/Polri aktif, data akan dihapus dari daftar pemilih karena mereka tidak memenuhi syarat sebagai pemilih berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, bagi TNI/Polri purna tugas atau inaktif, datanya akan dimasukkan kembali sebagai pemilih potensial setelah diverifikasi status kependudukannya. Untuk kategori KTP-el nonaktif, petugas melakukan konfirmasi penyebab ketidakaktifan, seperti perpindahan domisili, ketidaksesuaian data, atau status kematian yang belum tercatat. Temuan lapangan kemudian ditindaklanjuti dengan pengecekan silang melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) untuk memastikan validitasnya. Coklit terbatas ini bertujuan memastikan setiap warga negara yang berhak memilih tetap terlindungi hak pilihnya, serta menjaga agar data pemilih tetap akurat, mutakhir, dan valid sepanjang tahun. Selain itu, kegiatan ini menjadi upaya strategis KPU Purwakarta untuk mengantisipasi potensi selisih data, memastikan sinkronisasi antarinstansi, serta memperkuat kualitas daftar pemilih pada pemilu mendatang, sebagaimana amanat Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan. Hasil dari kegiatan COKTAS ini akan direkapitulasi dan dibahas dalam Rapat Pleno Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan Triwulan IV Tahun 2025, yang menjadi forum penetapan data pemilih mutakhir tingkat KPU Kabupaten Purwakarta. Melalui pelaksanaan kegiatan ini, KPU Purwakarta menegaskan komitmennya dalam menjaga integritas, akurasi, serta perlindungan hak pilih masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Humas KPU Kabupaten Purwakarta Narasi: R.Hutomo | Foto: R.Nurrosadi ....
KPU Purwakarta Gelar Apel Pagi: Fokus PDPB dan Sosialisasi Pemilih Pemula
PURWAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purwakarta melaksanakan apel pagi rutin pada Senin (17/11) di halaman kantor KPU Kabupaten Purwakarta. Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua KPU Purwakarta, Sekretaris KPU, serta jajaran sekretariat yang terdiri dari pejabat struktural, pelaksana, CPNS, dan PPPK. Apel dipimpin oleh Sekretaris KPU Kabupaten Purwakarta, Rahadian Wiguna, selaku pembina apel. Dalam amanatnya, Rahadian menekankan bahwa fokus utama pada pekan ini adalah pelaksanaan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) melalui kegiatan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) Terbatas. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan dengan turun langsung ke lapangan untuk memeriksa dan memverifikasi validitas data pemilih di lingkungan Kabupaten Purwakarta. “Coklit terbatas ini menjadi bagian penting dalam menjaga akurasi data pemilih. Laksanakan dengan penuh tanggung jawab dan pastikan seluruh proses terdokumentasi dengan baik,” tegasnya. Selain PDPB, KPU Purwakarta juga akan melaksanakan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih (Sosdiklih) kepada pemilih pemula sebagai bagian dari program Sosdiklih Berkelanjutan di luar masa tahapan Pemilu. Melalui kegiatan ini, generasi muda diharapkan dapat memahami hak dan kewajibannya sebagai pemilih serta memiliki kesadaran demokrasi yang lebih kuat. Sekretaris juga mengingatkan seluruh jajaran agar terus melengkapi administrasi kegiatan secara tertib dan menyeluruh, terutama menjelang penyelesaian aktivitas pada Triwulan IV serta pelaksanaan berbagai langkah strategis akhir tahun. Seluruh unit kerja diminta menjaga koordinasi, kedisiplinan, dan komitmen dalam melaksanakan tugas kelembagaan. Apel pagi ditutup dengan ajakan untuk meningkatkan kinerja, menjaga integritas, serta memperkuat pelayanan publik sebagai bagian dari komitmen KPU Purwakarta dalam penyelenggaraan kepemiluan yang profesional dan akuntabel. Humas KPU Kabupaten Purwakarta Narasi: R.Hutomo | Foto: R.Sandi ....
Sekretariat KPU Purwakarta Bahas Tata Kelola Perjalanan Dinas dan Barang Milik Negara untuk Penguatan Akuntabilitas Internal
PURWAKARTA — Sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purwakarta menyelenggarakan rapat internal pada Senin, 17 November 2025, bertempat di Ruang Rapat Sekretariat KPU Kabupaten Purwakarta. Rapat ini difokuskan pada pembahasan dua materi penting terkait penguatan tata kelola kelembagaan, yaitu tata kelola perjalanan dinas dalam negeri, dan tata kelola Barang Milik Negara (BMN). Agenda ini menjadi bagian dari upaya konsolidasi organisasi untuk meningkatkan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas di lingkungan sekretariat KPU Purwakarta. Dalam pembahasan mengenai Perjalanan Dinas Dalam Negeri, Sekretaris KPU Purwakarta, Rahadian Wiguna, menegaskan kembali definisi, ruang lingkup, dasar hukum, serta prinsip pelaksanaan perjalanan dinas yang melibatkan pejabat negara, ASN, PPPK, pegawai tidak tetap, dan pihak lain yang mendapat penugasan resmi negara. Kegiatan perjalanan dinas diatur melalui sejumlah regulasi, antara lain PMK 113/2012, PMK 119/2023, PMK 32/2025, serta Keputusan KPU Nomor 409/2022. Penegasan ini bertujuan menyamakan pemahaman seluruh pegawai mengenai mekanisme penerbitan Surat Tugas, Surat Perjalanan Dinas (SPD), komponen biaya perjalanan, hingga mekanisme pertanggungjawaban yang harus disertai bukti sah, seperti tiket, boarding pass, bukti penginapan, dan daftar pengeluaran riil. Rapat juga menyoroti pencegahan beberapa risiko kekeliruan yang kerap muncul di lapangan, seperti ketidaktepatan jenis perjalanan dinas dalam undangan dan ketidaksesuaian perhitungan uang harian. Untuk itu, diperlukan SOP yang lebih tegas agar pelaksanaan perjalanan dinas tidak menimbulkan perbedaan persepsi. Tindak lanjut yang diperlukan antara lain penyusunan rencana perjalanan dinas dalam anggaran yang lebih detail, penegasan keputusan KPA, serta pengaturan batasan dan penanggung jawab masing-masing tahapan administrasi perjalanan dinas. Pada sesi berikutnya, rapat membahas Tata Kelola Barang Milik Negara (BMN) yang disampaikan Kepala Subbagian Keuangan, Umum dan Logistik, Ade Kurniawan. Ia menyampaikan bahwa tata kelola BMN merujuk pada berbagai peraturan, termasuk PP 27/2014 jo. PP 28/2020, PMK 207/2021, PMK 181/2016, dan Keputusan KPU Nomor 198/2017. Penjelasan mencakup jenis-jenis BMN, kategori perolehan, pembagian aset berdasarkan nilai kapitalisasi, serta tata kelola BMN tahapan dan non-tahapan. Dalam praktik penatausahaan BMN, ditemukan sejumlah kendala seperti ketidaksesuaian data di aplikasi SIMAN, ketiadaan dokumen kepemilikan, serta barang yang menumpuk di gudang akibat sulitnya proses pemindahtanganan. Rapat ini menjadi upaya Sekretariat KPU Purwakarta dalam memperbaiki sistem administrasi internal dengan memperkuat pemahaman regulasi, penegakan SOP, serta validasi dokumen pendukung. Peningkatan tata kelola perjalanan dinas dan BMN diharapkan mampu mendukung pencapaian akuntabilitas kinerja serta kualitas laporan keuangan yang lebih baik di tahun anggaran berjalan maupun mendatang. Humas KPU Kabupaten Purwakarta Narasi: R.Hutomo | Foto: R.Nurrosadi ....
KPU Purwakarta Ikuti Webinar Pusdatin Seri III: Penguatan Budaya Kerja Berbasis Data di Lingkungan KPU
PURWAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purwakarta mengikuti Webinar Pusdatin KPU RI Seri III bertema “Membangun Budaya Kerja Berbasis Data di Lingkungan KPU” yang diselenggarakan KPU Republik Indonesia pada Jumat (14/11) melalui aplikasi Zoom Meeting. Kegiatan ini diikuti oleh jajaran KPU Provinsi serta KPU Kabupaten/Kota dari seluruh Indonesia, khususnya divisi yang membidangi perencanaan, data, dan informasi. Webinar dibuka oleh Kepala Pusdatin KPU RI, Mashur Sampurna Jaya, yang mewakili Ketua Divisi Data dan Informasi KPU RI. Beliau menegaskan bahwa penguatan budaya kerja berbasis data merupakan kebutuhan strategis bagi seluruh satuan kerja KPU. Langkah ini penting untuk memastikan lembaga bergerak secara terukur, efisien, dan proaktif menghadapi tantangan penyelenggaraan pemilu. Narasumber utama, Damar Juniarto (Dewan Pimpinan PIKAT — Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial dan Teknologi untuk Demokrasi), memaparkan konteks global yang kini bergerak dalam situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dan BANI (Brittle, Anxious, Nonlinear, Incomprehensible). Dua konsep ini menggambarkan dinamika dunia yang cepat berubah, penuh ketidakpastian, dan kompleks, termasuk dalam konteks penyelenggaraan pemilu. Dalam paparannya, Damar menegaskan bahwa organisasi publik seperti halnya KPU tidak lagi dapat bergantung pada intuisi, kebiasaan lama, atau asumsi. “Jawaban atas ketidakpastian adalah data. Data adalah fondasi untuk perencanaan yang tepat, deteksi risiko, dan pengambilan keputusan yang objektif,” tegasnya. Ia menjelaskan prinsip-prinsip dasar budaya kerja berbasis data, termasuk keakuratan informasi, konsistensi pencatatan, penggunaan teknologi pendukung, serta penerapan pendekatan manajerial modern seperti POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Damar juga menjelaskan bahwa penerapan prinsip kerja berbasis data secara konsisten dapat mengarah pada terbentuknya “blockchain” internal KPU — yakni sistem data yang kokoh, transparan, dan tidak dapat dimanipulasi. Dengan tiga pilar utama: desentralisasi, transparansi, dan imutabilitas, teknologi blockchain dinilai mampu memperkuat integritas data kepemiluan. Sementara terkait perkembangan kecerdasan artifisial (AI), ia menegaskan bahwa penggunaan AI tidak dimaksudkan menggantikan peran manusia, tetapi meningkatkan efisiensi kerja melalui otomatisasi tugas repetitif. Kendati demikian, pengawasan manusia tetap harus menjadi komponen utama (human in the loop) untuk memastikan akurasi dan etika penggunaannya. Melalui partisipasi dalam webinar ini, KPU Kabupaten Purwakarta menegaskan dukungannya terhadap transformasi budaya kerja berbasis data yang tengah digencarkan KPU RI. Penguatan data diyakini akan meningkatkan profesionalisme lembaga, ketepatan perencanaan, serta kepercayaan publik terhadap integritas penyelenggaraan pemilu. Humas KPU Kabupaten Purwakarta Narasi: R.Hutomo | Foto: R.Sandi ....
Publikasi
Opini
Momentum kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 memberikan arti bahwa kemerdekaan bukan hanya sekadar lepas dari penjajahan, namun juga menjadi tombak awal dalam membangun sistem pemerintahan yang berdaulat. Kemerdekaan Indonesia diperjuangkan oleh seluruh elemen rakyat Indonesia yang beranekaragam tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, dan golongan. Hal ini sejalan dengan pandangan dari Wakil Presiden Pertama RI, Mohammad Hatta, yang berpandangan bahwa “Negara bukan milik seseorang atau golongan, tetapi milik kita semua: milik rakyat.” Pembangunan demokrasi di Indonesia salah satunya dapat diukur dari angka Indeks Demokrasi Indonesia. Penilaian Indeks Demokrasi salah satunya dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU) yang menunjukkan bahwa mutu demokrasi Indonesia di tahun 2024 mengalami degradasi dengan hanya memperoleh skor 6,44 dari skala 10 yang pada tahun sebelumnya memperoleh skor 6,53 dari skala 10. Penurunan indeks ini telah terjadi beberapa tahun berturut-turut dan menjadikan posisi Indonesia berada pada kategori flawed democracy dalam beberapa tahun terakhir. Melalui indeks tersebut dapat diindikasikan bahwa sistem demokrasi di Indonesia masih memiliki berbagai persoalan yang perlu diperbaiki. Amanat konstitusi menegaskan bahwa Indonesia adalah negara berdaulat, sehingga dalam hal ini nilai demokrasi menjadi salah satu pilar utamanya. Demokrasi Pancasila merupakan sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia, artinya ideologi dasar negara Indonesia didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila yang sistem pemerintahannya menjunjung tinggi kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam bunyi Sila ke-4 Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Meskipun konstitusi telah memberikan landasan yang jelas bagi sistem demokrasi Indonesia, namun acapkali implementasinya tidak sejalan dengan prinsip yang terkandung di dalamnya. Dilansir dari berbagai sumber, terdapat berbagai tantangan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, diantaranya partisipasi publik yang hanya dimaknai terbatas pada saat pelaksanaan pemilu, ketimpangan akses pendidikan dan informasi yang diperoleh masyarakat, politik uang dan dominasi oligarki dalam proses politik di Indonesia, hingga transparansi dan akuntabilitas yang dinilai masih lemah. Prof. Jimly Asshiddiqie, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, memandang bahwa permasalahan demokrasi di Indonesia ini salah satunya terkait penerapan rule of law yang belum maksimal, menurut pandangannya, “Demokrasi dan negara hukum itu dua sisi dari mata uang yang sama. Demokrasi yang baik itu demokrasi konstitusional, berdasar hukum. Negara hukum yang baik, harus demokratis.” Berdasarkan permasalahan yang ada, maka revitalisasi demokrasi menjadi suatu kebutuhan yang mendesak dan perlu dijadikan prioritas utama dalam mengembalikan dan memperkuat nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Salah satu aspek penting dalam revitalisasi demokrasi adalah dengan memberikan akses pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana Pasal 31 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mengatur jaminan hak setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kewajiban negara untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan yang merata serta berkualitas. Pendidikan yang berkualitas akan membentuk generasi yang kritis, partisipatif, serta sadar akan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara serta menjadi pondasi dalam meningkatkan partisipasi publik yang berkelanjutan. Pembenahan sistem pemilu untuk mengurangi praktik politik uang dan memperbaiki kualitas kampanye pun perlu menjadi perhatian. Lembaga penyelenggara pemilu serta aparat penegak hukum perlu diberikan sumber daya yang memadai dalam hal mengawasi, menindak, dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan kepemiluan. Di tengah era digital, media massa memiliki peranan strategis dalam pembangunan demokrasi. Media massa berperan sebagai penyalur informasi, penyambung suara rakyat, dan menjaga akuntabilitas demokrasi bangsa di mata dunia. Revitalisasi demokrasi pada media massa perlu dilakukan dalam hal penguatan independensi media yang bebas dari tekanan dan intervensi politik sehingga media mampu menjalankan perannya secara profesional dan akuntabel. Di tengah pluralitas bangsa Indonesia, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” memiliki peran fundamental dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kehadiran revitalisasi demokrasi bukan hanya sekadar perbaikan sistem semata, namun menghidupkan kembali semangat kemerdekaan dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia: merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dirgahayu Republik Indonesia ke-80! Merdeka! Theresia Gabriella Pohan Penyusun Materi Hukum dan Perundang-undangan
Kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 merupakan titik puncak dari perjuangan panjang yang ditempuh para pahlawan bangsa dan masyarakat Indonesia. Perjuangan tersebut menuntut pengorbanan harta, tenaga, bahkan nyawa demi satu tujuan: membebaskan tanah air dari belenggu penjajahan. Namun, kemerdekaan bukan sekadar bebas dari kekuasaan asing, melainkan juga memberikan hak penuh kepada rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri. Salah satu hak terpenting yang lahir dari kemerdekaan adalah kebebasan berpendapat. Suara rakyat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Dahulu, suara itu hadir dalam bentuk teriakan perlawanan di medan perang, pidato yang membangkitkan semangat, hingga lagu-lagu perjuangan yang menguatkan tekad. Kini, suara rakyat hadir dalam bentuk partisipasi politik, penyampaian aspirasi, dan kebebasan berekspresi, baik secara langsung maupun melalui media. Pada masa perjuangan kemerdekaan, arti merdeka sangat jelas: terbebas dari penjajahan dan memiliki kedaulatan penuh. Para pejuang berjuang tanpa pamrih demi mewujudkan cita-cita bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Suara mereka pada masa itu menjadi penyemangat, pemersatu, dan penggerak seluruh lapisan masyarakat untuk melawan penjajah. Seiring berjalannya waktu, makna kemerdekaan mengalami perluasan. Di era modern, kemerdekaan tidak lagi hanya berarti bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga bebas dari belenggu ketidakadilan, kebodohan, dan pengekangan pikiran. Generasi sekarang tidak perlu mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan, tetapi mereka tetap memiliki medan perjuangan tersendiri. Perjuangan tersebut diwujudkan dalam bentuk menjaga demokrasi, menegakkan kebenaran, dan memastikan kebebasan berpendapat tetap terjaga. Indonesia menganut sistem demokrasi yang menjamin hak warga negara untuk memilih pemimpin, menyampaikan pendapat, dan mempengaruhi kebijakan publik. Dalam sistem ini, suara rakyat menjadi sumber legitimasi bagi pemerintah. Demokrasi memungkinkan adanya dialog antara rakyat dan pemimpin, serta memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi. Namun, demokrasi tidak berjalan dengan sendirinya. Ia membutuhkan partisipasi aktif, kesadaran, dan tanggung jawab dari seluruh warga negara. Kebebasan berbicara tidak boleh disalahgunakan untuk menyebarkan kebencian atau berita yang tidak benar. Sebaliknya, kebebasan tersebut harus digunakan untuk menyampaikan aspirasi yang membangun, mengkritisi kebijakan secara bijak, dan menghormati perbedaan pandangan. Dalam praktiknya, demokrasi menghadapi berbagai tantangan. Suara rakyat terkadang terabaikan karena dominasi kelompok tertentu, kepentingan politik, atau penyebaran informasi yang menyesatkan. Tantangan ini menuntut kedewasaan politik dan sikap kritis dari masyarakat agar demokrasi tetap berjalan sehat. Walaupun kemerdekaan telah diraih, bukan berarti perjuangan telah selesai. Justru, menjaga kemerdekaan membutuhkan usaha yang berkelanjutan. Salah satu ancaman terbesar bagi kemerdekaan adalah hilangnya kebebasan berpendapat. Jika suara rakyat diabaikan, dibungkam, atau dipelintir, maka demokrasi akan kehilangan makna, dan kemerdekaan akan terancam. Di era digital saat ini, suara rakyat dapat dengan mudah disampaikan melalui media sosial dan berbagai platform daring. Namun, kemudahan ini juga membawa risiko, seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan polarisasi opini yang tajam. Oleh sebab itu, masyarakat harus bijak dalam menggunakan kebebasan berpendapat. Setiap kata yang diucapkan atau ditulis seharusnya didasarkan pada kebenaran, data yang valid, dan niat untuk membangun. Generasi muda memegang peran yang sangat penting dalam menjaga suara kemerdekaan. Partisipasi mereka tidak hanya diwujudkan melalui pemilu, tetapi juga melalui keterlibatan dalam kegiatan sosial, organisasi, serta diskusi publik yang konstruktif. Kesadaran akan pentingnya peran mereka akan membantu memastikan bahwa suara rakyat tetap lantang dan demokrasi tetap hidup. Ahmad Tantowi Penata Kelola Sistem dan Teknologi Informasi
Bagi Bangsa Indonesia Kemerdekaan adalah anugerah terbesar yang dimiliki. Untuk mendapatkan kemerdekaan, dibutuhkan perjuangan panjang, pengorbanan waktu, jiwa dan raga, serta tekad yang kuat dari para pejuang yang telah mendahului kita. Indonesia mendapat status kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah ratusan tahun dijajah. Peristiwa ini bukan hanya sebuah tanggal bersejarah, tetapi simbol kebangkitan, kedaulatan, dan harga diri bangsa. Namun, kemerdekaan bukanlah garis akhir. Justru setelah naskah proklamasi dibacakan, dimulailah babak baru untuk menjaga, mengisi, dan mewariskan kemerdekaan itu kepada generasi berikutnya. Pada era kemerdekaan, bangsa Indonesia memilih Demokrasi sebagai sistem yang mengatur kehidupan bernegara. Demokrasi memberi ruang dan kesempatan kepada rakyat untuk ikut menentukan arah negara. Rakyat berhak untuk memilih pemimpin, menyampaikan pendapat, dan mengawasi jalannya pemerintahan. Prinsip ini sesuai dengan semangat kemerdekaan, yaitu memberikan kebebasan dan kesetaraan bagi semua warga negara. Tanpa demokrasi, kemerdekaan bisa kehilangan maknanya. Kemerdekaan dan demokrasi adalah dua hal yang saling melengkapi. Kemerdekaan memberi kebebasan dari penjajahan, sementara demokrasi memberi kebebasan untuk mengatur diri sendiri secara adil. Demokrasi memastikan bahwa kekuasaan tidak berada di tangan segelintir orang saja, melainkan dijalankan untuk kepentingan seluruh rakyat. Melalui demokrasi, rakyat berperan aktif dalam menentukan nasib bangsanya. Inilah yang membuat kemerdekaan menjadi berkelanjutan, bukan hanya dinikmati satu generasi, tetapi diwariskan secara utuh kepada generasi berikutnya. Namun, mempertahankan kemerdekaan dan demokrasi bukanlah pekerjaan mudah. Tantangan datang dari berbagai arah. Ancaman bisa muncul dari luar maupun dari dalam negeri. Dari luar, ancaman dapat berupa pengaruh asing yang mencoba melemahkan kedaulatan bangsa melalui sektor ekonomi, budaya, atau politik yang diperkuat dengan kemajuan teknologi menambah semakin mudahnya melemahkan kedaulatan bangsa. Faktor dari dalam, ancaman muncul jika rakyat mulai abai terhadap demokrasi, membiarkan praktik korupsi, politik uang, dan intoleransi akan merusak pondasi negara. Oleh karena itu, kesadaran setiap warga negara sangat penting. Setiap warga negara perlu memahami bahwa kemerdekaan yang kita nikmati sekarang merupakan hasil perjuangan bersama, bukan hadiah yang datang begitu saja atau bukan sebuah hadiah yang bisa kita terima sekali lalu selesai. Begitu juga dengan demokrasi, ia bukan sekadar rutinitas lima tahunan ketika kita mencoblos di balik bilik suara, tetapi sebuah proses panjang yang melibatkan partisipasi aktif, pengawasan, dan kontribusi nyata dalam kehidupan berbangsa. Dalam sejarahnya, demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut. Ada masa-masa ketika kebebasan rakyat dibatasi dan demokrasi hanya berjalan di atas kertas. Namun, seiring berjalannya waktu, kesadaran akan pentingnya demokrasi semakin menguat. Peristiwa 1998 menjadi titik balik penting, ketika rakyat menuntut keterbukaan, kebebasan berpendapat, dan pemerintahan yang bersih. Sejak saat itu, demokrasi di Indonesia semakin berkembang, meskipun masih menghadapi banyak tantangan yang perlu diatasi. Kemerdekaan dan demokrasi juga saling menguatkan melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kemerdekaan mengajarkan kita tentang keberanian melawan ketidakadilan, sementara demokrasi mengajarkan tentang pentingnya menghargai perbedaan dan membangun kesepakatan bersama. Dalam masyarakat yang demokratis, perbedaan pandangan bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang bisa menghasilkan banyak solusi untuk menangani suatu masalah. Tanpa semangat ini, demokrasi bisa berubah menjadi ajang perpecahan yang bias mengancam status kemerdekaan Generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga warisan ini. Mereka adalah penerus perjuangan yang akan menentukan arah masa depan bangsa. Sayangnya, di era digital ini, banyak generasi muda yang mulai merasa jauh dari makna kemerdekaan dan demokrasi. Kemerdekaan dianggap hal biasa, dan demokrasi hanya dilihat hanya dari agenda pemilu lima tahunan. Padahal, keterlibatan aktif dalam diskusi publik, sikap kritis terhadap kebijakan, dan kepedulian terhadap lingkungan sosial adalah bagian penting dari menjaga demokrasi. Pendidikan menjadi kunci utama untuk menanamkan nilai kemerdekaan dan demokrasi. Pendidikan bukan hanya soal pelajaran di sekolah, tetapi juga pembentukan karakter, sikap toleran, dan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Pendidikan politik yang sehat membantu masyarakat memahami bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan tidak perlu dihadapi dengan permusuhan. Semakin tinggi kesadaran politik masyarakat, semakin kuat pula pondasi demokrasi yang menopang kemerdekaan. Selain kesadaran Warga Negara dan kesadaran generasi muda, kemerdekaan dan demokrasi juga memerlukan komitmen dari pemerintah. Pemerintah yang terpilih melalui proses demokratis memiliki tanggung jawab untuk menjalankan kekuasaan dengan adil, transparan, dan berpihak pada rakyat. Kebijakan yang dibuat harus mencerminkan kepentingan bersama, bukan hanya kelompok tertentu apalagi untuk kepentingan pribadi. Korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran hak asasi manusia adalah musuh besar yang harus diberantas agar kemerdekaan dan demokrasi tetap terjaga. Namun pada intinya untuk menjaga warisan Kemerdekaan dan Demokrasi ini setiap warga negara, dari berbagai lapisan masyarakat, memiliki tanggung jawab yang sama. Mulai dari hal kecil seperti menghargai pendapat orang lain, ikut serta dalam pemilihan umum, hingga berani menyuarakan kritik terhadap kebijakan yang tidak adil, semua itu adalah bentuk nyata partisipasi dalam demokrasi. Ketika rakyat aktif terlibat, kemerdekaan akan semakin kokoh dan demokrasi akan semakin hidup. Jika kita melihat perjalanan bangsa, jelas bahwa kemerdekaan dan demokrasi adalah hasil dari perjuangan panjang dan pengorbanan besar. Warisan ini tidak boleh luntur hanya karena kita lengah atau terjebak dalam konflik internal. Kita harus terus menjaga persatuan, menghargai perbedaan, dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan begitu, kemerdekaan akan tetap utuh, dan demokrasi akan terus berkembang menjadi lebih matang. Kemerdekaan memberi kita ruang untuk hidup bebas, sementara demokrasi memberi kita mekanisme untuk memastikan kebebasan itu digunakan dengan bijak. Tanpa kemerdekaan, demokrasi tidak bisa tumbuh, dan tanpa demokrasi, kemerdekaan bisa dirampas kembali. Hubungan keduanya seperti sebuah rumah, kemerdekaan adalah bangunannya, dan demokrasi adalah tiang-tiang penyangganya, jika salah satu tiang rapuh, rumah itu bisa runtuh. Keduanya harus dijaga bersama agar bangsa Indonesia tetap berdiri tegak di tengah tantangan zaman di masa yang akan datang. Warisan kemerdekaan dan demokrasi adalah amanah dari para pendiri bangsa yang harus kita jaga. Kita harus menyadari bahwa tantangan di masa depan mungkin berbeda dengan masa lalu, tetapi semangat yang dibutuhkan tetap sama: keberanian, persatuan, dan kepedulian terhadap sesama. Selama kita memiliki semangat itu, kemerdekaan dan demokrasi akan tetap hidup, menjadi cahaya yang menerangi jalan bangsa menuju masa depan yang lebih baik. Iqbal Subagja Penata Kelola Sistem dan Teknologi Informasi
Kemerdekaan bukan sekadar peristiwa yang terjadi di masa lalu. Ia adalah energi yang terus mengalir, membentuk cara kita berpikir, bekerja, dan bermasyarakat. Semangat yang lahir pada 17 Agustus 1945 tidak berhenti di halaman rumah Pegangsaan Timur, Jakarta. Ia bergerak, melewati lintas generasi, dan kini sampai kepada kita yang hidup di era serba cepat dan terhubung. Hari ini, kita tidak lagi mengangkat senjata melawan penjajahan fisik. Namun, Perjuangan kita ada pada membangun tata kelola yang adil dan membuka ruang partisipasi seluas-luasnya. Inilah wujud kemerdekaan yang relevan di zaman demokrasi modern dengan mengubah semangat perjuangan menjadi aksi nyata yang membawa manfaat bagi seluruh rakyat. Banyak yang menganggap kemerdekaan adalah akhir perjuangan. Padahal, kemerdekaan justru awal dari perjalanan panjang membangun sistem politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Di era modern, tantangan kemerdekaan tidak datang dari pasukan bersenjata, tetapi dari hal-hal seperti kesenjangan, rendahnya partisipasi masyarakat, atau melemahnya kepercayaan publik pada proses politik. Kemerdekaan memberi kita kebebasan, tetapi kebebasan memerlukan tata kelola yang adil. Di situlah demokrasi mengambil peran. Demokrasi adalah jembatan antara kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat. Melalui pemilu yang transparan, rakyat menjadi penentu arah bangsa. Dinamika politik Indonesia belakangan ini membawa beberapa perkembangan menarik yang patut dicermati dengan optimisme. Mahkamah Konstitusi memutuskan penghapusan ambang batas pencalonan presiden, membuka peluang bagi lebih banyak figur untuk tampil menawarkan gagasan terbaiknya. Pemerintah dan lembaga-lembaga negara juga mulai mendorong sinergi lintas sektor dalam penyelenggaraan pemilu, yang jika dijalankan dengan keterbukaan dan akuntabilitas, dapat memperkuat pelayanan publik. Generasi muda pun semakin aktif mengisi ruang-ruang demokrasi, baik melalui forum diskusi, gerakan sosial, maupun media digital yang menjadi motor pembaruan. Perubahan-perubahan ini menunjukkan bahwa demokrasi kita tidak statis. Ia tumbuh, menyesuaikan diri, dan membuka pintu bagi inovasi. Namun, kita juga memahami bahwa setiap perubahan membawa tantangan. Sistem pemilu harus siap beradaptasi tanpa mengorbankan integritas. Penyelenggara pemilu dituntut untuk terus menjaga netralitas dan profesionalisme. Masyarakat pun perlu mendapatkan pendidikan politik yang memadai agar dapat menilai calon dan kebijakan secara bijak, bukan sekadar berdasarkan popularitas. Seperti pohon besar, demokrasi membutuhkan akar yang kuat berupa kemerdekaan, batang yang kokoh sebagai sistem pemilu, dan daun yang rimbun berupa partisipasi rakyat. Jika ada bagian yang rapuh, tugas kita adalah merawatnya, bukan menebangnya. Kemerdekaan memberi kita hak untuk berbicara dan memilih, sementara demokrasi memberi kita mekanisme untuk mewujudkan hak tersebut secara damai dan teratur. Untuk menjaga agar demokrasi tetap menjadi penjaga kemerdekaan, ada beberapa prinsip penting yang harus diperkuat. Pertama, integritas proses pemilu harus dijaga tanpa kompromi. Setiap tahapan, mulai dari perencanaan, verifikasi, kampanye, pemungutan suara, hingga rekapitulasi, harus dilaksanakan sesuai aturan hukum dan prosedur yang berlaku. Kedua, keterbukaan informasi harus dioptimalkan. Di era digital, akses informasi yang cepat dan akurat sangat menentukan kepercayaan publik. Masyarakat berhak mengetahui perkembangan proses pemilu secara transparan. Ketiga, pendidikan pemilih harus menjadi prioritas. Literasi politik yang baik akan membantu masyarakat memahami arti hak suara dan dampaknya bagi kehidupan sehari-hari. Keempat, netralitas penyelenggara pemilu adalah fondasi yang tidak boleh diganggu. Kotak suara memang menjadi simbol paling ikonik dari demokrasi, tetapi di era digital, ada “kotak ide” yang tak kalah penting, seperti ruang-ruang kreatif tempat gagasan, inovasi, dan aspirasi rakyat bertemu. Dengan memanfaatkan teknologi, dialog publik bisa menjangkau wilayah yang sebelumnya sulit terakses. Pemanfaatan media sosial, platform diskusi daring, dan aplikasi pemilu dapat memperluas partisipasi publik tidak hanya di hari pemungutan suara, tetapi juga dalam perencanaan dan pengawasan kebijakan. Generasi muda memegang peranan strategis dalam hal ini. Mereka bukan hanya pemilih, tetapi juga agen perubahan yang mampu mempengaruhi arah kebijakan melalui kreativitas, inovasi teknologi, dan jejaring sosial yang luas. Semangat mereka sejalan dengan semangat para pendiri bangsa yang penuh energi, idealisme, dan tekad untuk membuat perbedaan. Tugas generasi sebelumnya adalah memberi ruang, membimbing, dan memastikan semangat itu diarahkan pada penguatan demokrasi.Demokrasi yang sehat membutuhkan keterlibatan semua pihak. Pemerintah, penyelenggara pemilu, partai politik, media, masyarakat sipil, hingga komunitas lokal harus saling berkolaborasi. Setiap pihak memiliki peran masing-masing, seperti pemerintah menciptakan regulasi yang adil, penyelenggara pemilu memastikan pelaksanaan yang profesional, media memberikan informasi yang berimbang, masyarakat sipil mengawasi, dan warga negara berpartisipasi aktif. Kemerdekaan adalah api yang dinyalakan oleh generasi pendiri bangsa. Demokrasi diibaratkan cahaya yang menjaga api itu tetap menyala, memberi arah di tengah gelapnya tantangan zaman. Menatap masa depan, kita punya modal besar, yaitu semangat kebersamaan, keterbukaan informasi, dan energi generasi muda. Modal ini harus dikelola dengan bijak agar kemerdekaan yang kita miliki tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga menjadi sarana untuk mencapai cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil, makmur, dan berdaulat. Sebagai warga negara, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga dan mengembangkan demokrasi. Tidak cukup hanya hadir di bilik suara, tetapi juga ikut mengawasi prosesnya, menyuarakan aspirasi, dan terlibat dalam diskusi publik. Demokrasi bukan hadiah yang datang tanpa usaha. Ia adalah hasil kerja bersama yang harus terus dipelihara. Membangun masa depan dari semangat merdeka berarti kita tidak berhenti pada mengenang jasa pahlawan, tetapi melanjutkan perjuangan mereka dalam bentuk yang relevan dengan zaman. Perjuangan itu kini adalah memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan hak yang sama, bahwa suara mereka didengar, dan bahwa keputusan-keputusan penting diambil dengan mempertimbangkan kepentingan bersama. Kemerdekaan memberi kita kebebasan untuk bermimpi, dan demokrasi memberi kita cara untuk mewujudkannya. Mari kita gunakan keduanya untuk membangun masa depan yang lebih cerah. Tidak hanya untuk kita yang hidup hari ini, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Karena kemerdekaan sejati adalah ketika seluruh rakyat dapat hidup dalam keadilan, damai, dan kesejahteraan yang berkelanjutan dan demokrasi adalah jalan yang akan membawa kita ke sana. Muhammad Hilman Penata Kelola Sistem dan Teknologi Informasi
Kemerdekaan dan demokrasi merupakan dua konsep yang sangat erat kaitannya dalam perjalanan sebuah bangsa menuju kemajuan, kesejahteraan, dan kedaulatan. Kedua pilar ini bukan sekadar simbol nasionalisme atau kebanggaan semata, melainkan menjadi fondasi utama yang menjadi landasan dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara secara adil, bermartabat, dan berkelanjutan. Tanpa kemerdekaan, sebuah bangsa tidak memiliki ruang untuk menentukan nasib sendiri. Namun tanpa demokrasi, kemerdekaan bisa kehilangan maknanya dan bahkan berpotensi disalahgunakan oleh kekuasaan yang otoriter. Kemerdekaan pada dasarnya berarti kebebasan suatu bangsa dari penjajahan atau penindasan oleh pihak luar. Bagi bangsa Indonesia, kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi titik balik sejarah yang sangat penting. Momen ini menandai berakhirnya masa penjajahan Belanda dan Jepang yang berlangsung selama ratusan tahun. Namun, kemerdekaan bukan hanya soal bebas secara fisik dari penjajah, melainkan juga kebebasan yang lebih luas, yakni kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, merumuskan cita-cita bangsa, dan mengelola sumber daya yang dimiliki untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Kemerdekaan memberikan ruang bagi bangsa untuk merancang sistem pemerintahan, ekonomi, budaya, dan sosial yang sesuai dengan aspirasi dan nilai-nilai yang diyakini rakyatnya. Dalam konteks ini, kemerdekaan merupakan modal utama yang memungkinkan bangsa Indonesia membangun dirinya secara mandiri, tanpa bergantung pada kekuatan asing. Namun, kemerdekaan yang tidak dibarengi dengan tata kelola yang baik dan sistem pemerintahan yang sehat justru berisiko menjadi sumber konflik, ketidakstabilan, dan kemunduran. Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi banyak negara yang merdeka tetapi gagal mengelola kemerdekaannya dengan baik. Di sinilah peran demokrasi menjadi sangat krusial. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki hak dan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan politik, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang mereka pilih secara bebas dan jujur. Dengan adanya demokrasi, kemerdekaan yang dimiliki suatu bangsa tidak hanya menjadi hak eksklusif segelintir elit penguasa, tetapi menjadi hak dan tanggung jawab bersama seluruh warga negara. Demokrasi memberikan ruang bagi kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, dan kebebasan memilih pemimpin. Semua kebebasan ini menjadi sarana penting untuk menjaga agar kemerdekaan tidak disalahgunakan oleh kekuasaan yang otoriter dan semena-mena. Dalam sistem demokrasi, pemerintah diharuskan untuk bertanggung jawab secara langsung kepada rakyatnya dan menjalankan tugasnya dengan transparansi, sehingga kekuasaan dapat diawasi dan dikontrol oleh masyarakat luas. Selain itu, demokrasi memungkinkan adanya mekanisme perbaikan dan perubahan melalui pemilihan umum yang rutin, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan penegakan hukum yang adil. Jika kemerdekaan berjalan tanpa demokrasi, ada risiko besar bahwa kekuasaan menjadi terpusat pada satu kelompok atau individu, yang dapat berujung pada penyalahgunaan wewenang, tirani, dan pelanggaran hak-hak rakyat. Sebaliknya, demokrasi tanpa kemerdekaan merupakan demokrasi yang rapuh dan tidak bermakna, karena rakyat tidak memiliki kedaulatan penuh untuk menentukan masa depan mereka dan masih terbelenggu oleh kekuatan asing atau kekuasaan yang membatasi kebebasan. Oleh sebab itu, kemerdekaan dan demokrasi harus berjalan beriringan dan saling melengkapi. Contoh konkret adalah perjalanan bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaan. Indonesia terus berproses menuju demokrasi yang sehat melalui penyelenggaraan pemilihan umum, penguatan lembaga-lembaga demokrasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Meski begitu, tantangan-tantangan seperti korupsi, diskriminasi, ketimpangan sosial, dan intoleransi masih menjadi ujian berat bagi demokrasi Indonesia. Namun, semangat kebersamaan dan kesadaran akan pentingnya menjaga kemerdekaan dalam bingkai demokrasi menjadi modal utama dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut. Kemerdekaan dan demokrasi adalah dua pilar yang tidak dapat dipisahkan dalam membangun bangsa yang maju dan berdaulat. Kemerdekaan memberi ruang kebebasan dan kedaulatan, sementara demokrasi mengelola kebebasan itu secara adil, bertanggung jawab, dan berkesinambungan. Keduanya harus dijaga dan diperkuat agar bangsa dapat mencapai cita-citanya menjadi masyarakat yang sejahtera, bermartabat, dan berkeadilan sosial. Sebagai warga negara, kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk terus mengisi kemerdekaan dengan nilai-nilai demokrasi yang hidup dan nyata. Kita harus aktif dalam berpartisipasi dalam proses demokrasi, menjaga persatuan, menghormati perbedaan, serta mengawal pemerintahan agar tetap transparan dan akuntabel. Dengan demikian, kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan susah payah tidak menjadi sia-sia, melainkan menjadi berkah dan warisan berharga bagi seluruh generasi mendatang. Dalam kesimpulan, kemerdekaan dan demokrasi bukanlah tujuan akhir, melainkan proses panjang yang harus terus dijaga dan dikembangkan. Dengan kemerdekaan, bangsa mendapatkan kesempatan untuk menentukan nasibnya sendiri. Dengan demokrasi, kesempatan itu dijaga agar tidak hilang dan digunakan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi semua warga negara. Kedua pilar ini harus terus diperkuat agar bangsa Indonesia dapat berdiri tegak sebagai bangsa yang berdaulat, maju, dan bermartabat di mata dunia. Yoziandika Penyusun Materi Hukum dan Perundang-undangan